Bireuen-
Memperingati momentum Sumpah Pemuda ke-94 yang diperingati setiap 28 Oktober, koalisi
muda Demokrasi Resiliensi (DemRes), menggelar workshop bertema “Peran Pemuda
dalam Menjaga Ketahanan Demokrasi” kepada mahasiswa Universitas Kebangsaan Islam
Indonesia (UNIKI) kabupaten Bireuen. Aula kampus setempat. Rabu. 26/10/2022.
Halimatusakdiah,
ketua panitia, sekaligus mahasiwi Fakultas Hukum di UNIKI, menyampaikan
apresiasi kepada semua pihak yang terlibat. Khususnya kampus UNIKI yang telah
memberikan ruang kepada mahasiswa, mengembangkan kapasitas dan membangun
jejaring dengan pihak luar.
“peran
kami pemuda tidak hanya fokus dibangku perkualiahan, mahasiswa juga jangan anti
politik. Kita harus faham bahwa seluruh aspek dalam bernegara ditentukan oleh
politik,” tegas perempuan yang juga juara tiga Duta Wisata 2022 kabupaten
Bireuen.
Dirinya
juga menitikberatkan bahwa workshop ini adalah pintu emas, agar mahasiswa harus
lebih peka dengan kondisi sosial dan poltik yang ada. Beragam peluang dan tantangan
yang akan dihadapi, konon lagi jelang Pemilu 2024 mendatang.
Koalisi muda yang terdiri dari Generasi DemRes, Sekolah Anti Korupsi, dan komunitas Daweut Apui/ jurnalis warga Bireuen, menghadirkan tiga narasumber yaitu Desi Safnita, M.Sos, selaku anggota Bawaslu Kabupaten Bireuen/ Kordiv Hukum, Penangangan, Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa. Dua lagi yaitu dari orang muda yaitu Afrizal dan Mawardi.
Desi
Safnita menjelaskan secara detail tentang Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) dari
Bawaslu, dan peran mahasiswa dalam pengawasan pemilu 2024. Panwaslih memiliki
banyak tugas, diantaranya mengawasi pelaksanaan tahapan pemilu di wilayah
kabupaten/ kota. Serta mempunyai wewenang menerima dan menindaklanjuti laporan,
yang berkaitan dengan dugaan penyelenggaraan terhadap pelaksanaan peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang Pemilu.
“kami
tidak akan bisa bekerja sendiri secara maksimal, maka dibutuhkan kolaborasi
seperti ini dan peran kalian sebagai mahasiswa agar ikut berkontribsui agar
hadirnya Pemilu yang bersih,” jelasnya.
Dirinya
juga menegaskan agar masyarakat ikut melapor, apabila mendapati kecurangan
dalam proses penyelenggaraan kepada Bawaslu, atau bisa langsung melalui
aplikasi Sistem Penanganan Pelanggaran Pemilu (SIGAB LAPOR).
Selain
terlibat dalam pengawasan seperti yang disampaikan oleh Desi, maka juga dibutuhkan
kecerdasan untuk memilih dan memilah iniformasi, saring dulu sebelum sharing. Hal
tersebut disampaikan oleh Afrizal dari komunitas Daweut Apui, dirinya dengan
apik membicarakan tentang cegah hoax jelang Pemilu 2024.
Hoax
atau berita bohong kini sudah menjadi bagian dari politik dan tidak bisa
dipisahkan. Tren yang relatif yaitu menggunakan hoax secara sengaja untuk
memprovokasi mayoritas. Ia muncul seiring peristiwa tertentu seperti pilkada,
pilpres, pandemi, bencana, Valentine, PKI, serta berbagai isu hangat yang
sedang menjadi perbincangan.
“tujuan
hoax politik untuk memperoleh pendukung serta motif ekonomi. Produsen hoax
ingin menciptakan kondisi politik tertentu sekaligus mengambil keuntungan dari
situasi itu, olehkarenanya kita jangan mudah terprovokasi” ujarnya
Afrizal
juga menambahkan bahwa konten yang paling banyak mengandung hoax 69,3% isu
politik, 39,7% isu kesehatan, 29,2% isu agama serta 21, 3% isu lingkungan.
“kita
harus harus kritis saat memperoleh informasi, karena dampak buruk dari
merajalela nya berita hoax yaitu membuat orang salah dalam mengambil keputusan
dan mampu mencederai demokrasi,’ tegasnya kemudian.
Selain
itu, Mawardi, S.Pd dari Generasi Demres Bireuen, mengulas singkat mengenai membangun
budaya pikir kritis di kalangan mahasiswa.
Sebagai
agent of change, mahasiswa diharapkan mampu mengubah dan mendekonstruksi
berbagai kebutuhan yang dapat menghambat perkembangan demokrasi.
Agent
of control juga mampu mengontrol berbagai kebijakan pemerintah,
ini bisa dilakukan dengan cara berpikir kritis terhadap suatu problem dengan
mencari tahu akar permasalahan, menganalisis problem tersebut, kemudian
memberikan argumen dari hasil analisis tersebut.
“Semua
manusia diciptakan oleh Allah memiliki pikiran, tapi tidak semuanya bisa
menggunakannya secara kritis” tutupnya dengan gaya jenaka.
[Halimah/
Jurnalis Warga Bireuen]
0 Komentar