Puluhan
tahun sudah Ruhamah (65), warga Gampong Kapa, Kecamatan Peusangan, sering
meringis kesakitan, karena penyakit yang dideranya yaitu kaki gajah atau
Filariasis.
“saya
sudah tahan sakit ini, sejak berumur 11 tahun,” ungkapnya sambil menunjuk kaki
kanan yang membengkak, saat ditemui tim KabarJW.com pada Jumat (20/012023).
10
tahun lalu dia pernah membantu mengupas kelapa di rumah orang, tapi saban hari,
kondisi kesehatannya kian menurun. Sehingga tidak bisa lagi bekerja.
“untuk
makan saja, saya minta sama kakak ipar. Bahkan kalau listrik saya mati, saya
juga minta sama orang,” ujar perempuan yang sampai saat ini hidup sebatang
kara.
Dia
menambahkan, jika hidupnya hanya berharap belas kasih dari tetangga dan
keluarga. Kemurahan hati mereka lah, yang membuatnya masih bertahan hingga kini.
Sembari
mengulang kisah, Ruhamah melempar pandangan ke seisi rumahnya. Warisan dari
almarhum ayah tercinta.
Terlihat
beberapa perabotan sederhana. Cahaya matahari menerobos masuk melalui celah
dinding papan, lantai dasar semen pun sudah retak tak beraturan. Sedangkan untuk
buang hajat, toiletnya sangat tidak layak pakai.
“lihatlah
rumah saya, ini sudah dibantu rehab oleh warga dari gampong tetangga.
Alhamdulillah, yang penting panas dan hujan, saya masih ada tempat berlindung,”
ungkapnya lagi.
Ruhamah
mengaku pernah mendapatkan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), tapi sekarang tidak
dapat bantuan apapun lagi.
Saat
ditanyai, ia pun lupa kapan pertama dan terakhir kali, dapatkan bantuan
tersebut.
“sekarang
kaki saya semakin berat, dan tidak pernah berobat,” ungkapnya yang sesekali
mengernyitkan dahi, menahan rasa ngilu di kakinya.
Sempat
berkeinginan untuk memiliki sepeda, mempermudah dan mempercepat langkahnya jika
ingin bepergian ke rumah saudara dan ada keperluan.
Namun,
niatnya dibuyarkan sendiri, untuk makan saja susah, konon lagi ingin beli
sepeda. Dia tidak ingin lagi menambah beban saudara.
Diwawancarai
secara terpisah, Efendi, S.Pd., M.Pd, Keuchik Gampong Kapa, menyanggah bahwa dirinya
tidak tau, kenapa Ruhamah tidak lagi terdata sebagai penerima BPNT.
Jabatannya
yang belum menginjak satu tahun, sebagai Keuchik, tidak terlibat dalam penyusunan anggaran dan dokumen gampong.
“saya
hanya melanjutkan kepemimpinan sebelumnya, jadi saya masih meraba dalam hal
pengalokasian dana desa, khususnya untuk disabilitas,” ujarnya kemudian.
Ruhamah
juga tidak memberitahukan kepadanya, kalau tidak mendapat bantuan apapun di
gampong.
Selain
itu, Efendi juga mengatakan, dirinya tidak tau tentang kriteria penerima
manfaat rumah dhuafa. Bahkan sepengetahuannya, Ruhamah tidak termasuk dalam penerima
bantuan rehab rumah.
“jujur
saya harus banyak belajar tentang regulasi dan tata cara pengalokasian dana
desa. Saya akan berusaha semaksimal mungkin dalam satu tahun ini, meningkatkan
kinerja saya dalam pemerintahan gampong, untuk mengakomodir kebutuhan
masyarakat,” ucapnya tegas diakhir pembicaraan.
[Rahman
Efendi/ Jurnalis Warga Bireuen]
0 Komentar