KabarJW-
Kisah perjuangan hidup yang tidak mudah dialami oleh Nurhayati (43), yang saat
ini menjadi tulang punggung keluarga, dan merawat ketiga putrinya. Perempuan
paruh baya ini merupakan warga gampong Blang Teumulek, kecamatan Simpang
Mamplam, Kabupaten Bireuen. Rabu (3/4/2024).
Dirinya
mengaku, sudah 5 tahun bercerai. Kini menjalani hari dengan penuh lika liku.
Bahkan sejak tahun 2021, mereka menumpang tinggal di Dayah Bahrul Ulum Jurong
Meunje.
Selain
tinggal di Dayah, Nurhayati juga menjadi guru ngaji, dengan upah seadanya.
Mencukupi kebutuhan mereka sehari-hari. Jika bulan puasa seperti sekarang dan
pengajian libur, Nurhayati dan anak bungsunya ke Takengon untuk memetik kopi
agar ekonomi mereka tetap terpenuhi, mereka menggunakan motor pemberian
keluarga.
Nurhayati
membiayai sendiri sekolah anak-anaknya, yaitu Firza Rikayati (17) sekolah di
SMA Negeri 1 Simpang Mamplam, Salsabila (14) sekolah di kelas 2 SMP Simpang
Mamplam, dan Nisaul Jannata (4,5) di TK Blang Tingkeum.
Dirinya
sangat bersyukur memiliki anak-anak hebat, yang selalu menyemangatinya dalam
mengarungi kehidupan.
“bukan
perkara mudah untuk menjadi ibu tunggal yang harus menafkahi mereka, namun
disegala keterbatasan, mereka sangat pengertian dan tidak pernah mengeluh”,
ungkapnya haru.
Dia
juga menceritakan bagaimana pengorbanan Firza sebagai anak sulungnya saat ke
sekolah, setiap hari menempuh jarak sekitar 1 km dengan jalan kaki. Agar lebih
dekat, menyusuri pematang sawah dan melindungi sepatunya dengan plastik agar
tidak basah dan kotor.
“anak
saya juga pernah bercerita, setiap pagi dan sampai disekolah seragamnya sudah
penuh dengan keringat. Karena jarak tempuh yang lumayan jauh dan berjalan
kaki”, kisah Nurhayati.
Sebagai
seorang ibu yang tidak bisa berbuat apapun, hanya mampu menyemangati agar anak
sulungnya tetap semangat untuk menggapai cita-citanya. Terus berjuang dan
jangan menyerah.
Bersyukur
adiknya Salsabila, ke sekolah menggunakan sepeda bantuan dari Banda Aceh.
Sedangkan si bungsu Nisaul Jannata bersekolah di TK dan dibiayai secara gratis
dari dana desa selama dua tahun.
Sampai
saat ini, Nurhayati masih menumpang hidup di dayah. Rumahnya belum siap huni,
karena belum ada toilet, sumur, dapur, dan listrik.
Rumah
yang sedang dibangunnya tersebut, dari bantuan dan hasil patungan keluarga.
Meskipun berdinding pelepah bambu, dan papan seadanya mereka tetap bersyukur
dan sangat berterimakasih, karena masih ada yang peduli dengan kehidupan
mereka.
Pada
Tahun 2021, Keuchik gampong tersebut pernah berjanji mengalokasikan dana desa
Rp 25 juta untuk rumah layak huni. Namun saat itu dibatalkan, karena Nurhayati
tidak memiliki tanah sendiri untuk pembangunan rumah tersebut.
Setahun
kemudian Nurhayati dibantu oleh keluarga, berupaya untuk memiliki lahan untuk
pembangunan rumah. Namun sampai kini belum ada kabar baik, yang terdengar dari
pemerintahan gampong.
Disisi
lain untuk penggunaan listrik sudah dipesan ke pihak PLN, dari pemberian
adiknya Siti Aminah sejumlah 1.500.000. Tapi sudah sebulan lebih ditunggu,
belum ada informasi.
Kabarnya,
disampaikan oleh petugas PLN jika Maret ini akan dipasang meterannya. Tapi ada
penambahan biaya, karena kabel SR sambungan hanya 35 meter, sedangkan yang
dibutuhkan 80 meter.
Keuchik
Blang Tumulek, Muhammad, saat dikonfirmasi melalui pesan whatsapp ,
mengungkapkan, bahwa pihaknya akan memprioritaskan rumah layak huni untuk
Nurhayati di Tahun 2024. Baik melalui aspirasi anggota legislasi atau dana
desa, sedangkan WC akan dibangun oleh gampong melalui kegiatan stunting.
Mengenai
pengadaan listrik, akan melaksanakan musyawarah kembali bersama lembaga Tuha
Peut untuk dicarikan solusi.
Penulis:
Afrizal/ Jurnalis Warga Bireuen
0 Komentar