Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget


Rilis Pers: Kebebasan Pers dan Berpendapat di Era Jokowi: Tantangan dan Harapan

 

Tiga Narasumber (dari kanan ke kiri) yaitu Murni M. Nasir (koordinator Jurnalis Warga Bireun, Aceh), Damar Juniarto (Ketua Dewan Pengawas SAFEnet), dan Sutta Dharmasaputra (Pemimpin Redaksi Harian Kompas), serta dimoderatori oleh Kholikul Alim (Jaring.id)

Jakarta, 20 Agustus 2024 – Selama satu dekade pemerintahan Presiden Joko Widodo, kebebasan pers dan berpendapat di Indonesia masih menghadapi tantangan signifikan. Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) tahun 2008, yang sering kali digunakan untuk mengekang suara-suara kritis, belum menunjukkan perbaikan substansial meski telah direvisi pada 2024. Hingga kini, lebih dari 400 individu, termasuk jurnalis, telah dilaporkan menggunakan UU ini untuk menuntut atau membatasi kebebasan berekspresi.

Masalah ini semakin diperburuk oleh Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 yang mengatur penyelenggaraan sistem elektronik di sektor privat. Peraturan ini berpotensi melanggar hak asasi manusia (HAM) dan mengancam kebebasan berekspresi dengan memberi wewenang kepada pemerintah untuk memutus akses media terhadap informasi yang mereka sajikan.

Ketua Dewan Pengawas SAFEnet, Damar Juniarto, menyoroti bahwa meskipun pasal-pasal bermasalah dalam revisi UU ITE telah disesuaikan, perubahan tersebut belum efektif di lapangan. "Pasal yang dianggap bermasalah disesuaikan. Tapi apakah itu membuat media dapat lebih bebas, itu yang saya sangsikan. Kita boleh bergembira (atas revisi) tapi hanya untuk sementara saja," ujar Damar dalam talkshow "Media dan Warga di Bawah Ancaman Rezim Sensor" yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPMN) dalam rangka Festival Jurnalis Warga: Semua Bisa Kena.

Sutta Dharmasaputra, Pemimpin Redaksi Harian Kompas, menyampaikan pandangan berbeda terkait sensor informasi. "Yang jadi masalah adalah aparat penegak hukum mempermasalahkan informasi yang sebenarnya tidak bermasalah seperti yang diterbitkan media, termasuk jurnalis warga," kata Sutta. Ia menambahkan, "Media kalau menyebarkan informasi yang buruk dipersoalkan, kenapa platform (media sosial) tidak dipersoalkan? Dengan sendirinya, platform harus mengutamakan konten baik, seperti yang dibuat oleh jurnalisme warga."

Ancaman terhadap kebebasan pers tidak hanya datang dari UU ITE. Pada tahun 2023, pemerintah juga menerbitkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nomor 1 Tahun 2023 yang memuat sebelas kluster dan 17 pasal terkait ancaman terhadap pers.

Murni Nasir, Koordinator Jurnalis Warga Daweut Apui, Bireun, Aceh berbagi pengalaman bahwa salah satu anggotanya dilaporkan karena pemberitaan mengenai layanan disabilitas di desa mereka. "Pemberitaan yang kami tulis dianggap mencemarkan nama desa dan memperburuk citra desa. Mereka melaporkannya ke Polsek," ungkap Murni.

Murni menyarankan agar jurnalis warga menerapkan tiga langkah untuk melindungi diri: memahami aturan hukum, berkolaborasi dengan jurnalis profesional, dan tetap bersikap kooperatif jika terjadi gugatan atau laporan.

Di masa pemerintahan baru, tantangan untuk media dan jurnalis diperkirakan akan semakin berat, terutama dalam iklim industri media yang tidak mendukung. Direktur Eksekutif PPMN, Fransisca Ria Susanti, mengingatkan pentingnya membangun kekuatan masyarakat sipil dan jurnalis warga untuk memperjuangkan hak-hak demokrasi mereka. "Karena bagaimanapun tugas untuk mempertahankan atau menyelamatkan kebebasan pers dan kebebasan berekspresi tidak bisa hanya dikerjakan oleh segelintir orang," tegas Fransisca.

Nezar Patria, Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika, yang membuka Festival Jurnalis Warga, menekankan pentingnya tiga prinsip utama jurnalisme: independensi, kualitas, dan pluralisme. "Saya menyambut baik festival ini dan berharap ini bisa menjadi forum dialog yang berkontribusi positif bagi pemerintah sehingga menjadi saran perbaikan regulasi untuk jurnalisme yang independen dan inklusif," katanya.

Festival Jurnalis Warga: Semua Bisa Kena akan menampilkan berbagai diskusi yang melibatkan pegiat media, jurnalis, kelompok masyarakat sipil, jurnalis warga, dan pemangku kepentingan lainnya. Acara ini juga menyelenggarakan dua workshop selama dua hari, yakni "Memaksimalkan Media Sosial untuk Advokasi" dan "Jurnalisme Investigasi Berbasis Teknologi untuk Netizen," dengan pelatih berpengalaman.

 

Kontak Media: Vicharius Dian Jiwa
Email: vicharius@ppmn.or.id

Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara
Instagram: @ppmn_official
Facebook: @ppmn_official
Twitter: @ppmn_official
YouTube: PPMN

 


Posting Komentar

0 Komentar