KabarJW-
Dunia pendidikan kembali diwarnai isu yang mencemaskan. Muhammad Furqan, dosen
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) di Universitas Almuslim (Umuslim)
Peusangan, Bireuen, dikabarkan menghadapi pemecatan akibat perbedaan pilihan
politik.
Furqan
mengajar di Program Studi Administrasi Publik dan Administrasi Bisnis, dan isu
ini menimbulkan gelombang reaksi dari berbagai kalangan.
Nuraihannah,
perwakilan dari Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Bireuen, saat
diwawancarai pada 3 Oktober 2024, menyatakan keprihatinannya terhadap situasi
ini.
"Jika
pemecatan ini benar terjadi, itu adalah langkah mundur yang merusak tatanan
demokrasi. Universitas seharusnya menjadi tempat yang mendorong kebebasan
berpikir dan berpendapat, bukan tempat yang mengkriminalisasi perbedaan,"
ungkapnya dengan tegas.
Lebih
lanjut, Nuraihannah yang akrap disapa Reihan ini menambahkan, "Seharusnya
yang dilakukan oleh kampus dan mahasiswa adalah menciptakan ruang dialog yang
sehat. Bukan malah memecat orang yang berani mengungkapkan pandangannya. Ini
adalah pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan kebebasan akademis."
Reihan
menegaskan dugaan pemecatan ini bukan hanya sekadar masalah individu, tetapi
menyentuh masalah yang lebih luas, yaitu keberlangsungan prinsip-prinsip
demokrasi dalam pendidikan tinggi. Jika universitas mulai bertindak sebagai
aparat politik, maka pendidikan akan kehilangan independensinya.
Fikri
Syahputra, salah satu mahasiswa FISIPOL Umuslim yang juga merupakan salah satu dari anggota Generasi Demokrasi Resiliensi (DemRes) Bireuen, menilai bahwa tindakan
pemecatan ini dapat menciptakan iklim ketakutan di kalangan akademisi.
"Kami butuh dosen yang berani menyampaikan pandangan mereka, meskipun berbeda. Ini akan memperkaya perspektif kami sebagai mahasiswa," ujarnya.
Isu
ini menjadi sorotan publik, dan banyak yang berharap pihak universitas segera
memberikan klarifikasi.
“Akankah
kampus yang seharusnya menjadi pilar demokrasi ini bertindak bijak, atau malah
akan membiarkan praktik pemecatan ini menjadi preseden berbahaya bagi kebebasan
akademis?,” Tanya Fikri.
Fikri menambahkan, jika ini benar dugaan pemecatan karena beda pilihan politik, maka secara tidak langsung ini bentuk kegagalan kampus sebagai tempat netral, dimana kebebasan berpikir dan berpendapat harusnya dihargai. lagi, tindakan ini malah akan mencederai esensi dari institusi akademik.
Dirinya berharap, adanya tindakan tegas dari pihak universitas sangat dinantikan untuk
memastikan bahwa kebebasan berpendapat tetap terjaga, dan pendidikan
tinggi tidak terperosok ke dalam lubang politik yang sempit.
“Kita
seharusnya tau dan percaya bahwa perbedaan pandangan politik harus menjadi
kesempatan untuk berdialog dan memperkaya wawasan, bukan menjadi alasan untuk
mendiskriminasi atau mengucilkan seseorang”. Pungkasnya.
[Halimatul
Sakdiah/ Jurnalis Warga]
0 Komentar