KabarJW-
Penyusutan kawasan rawa di Kabupaten Bireuen menjadi perhatian utama dalam
konferensi pers yang digelar oleh Aceh Wetland Foundation (AWF) di Central
Coffee, Senin (6/1/2025).
Berdasarkan
data terbaru, luas rawa yang dilindungi ekologis kini hanya tersisa 388,1
hektar, berkurang dari 437,93 hektar pada tahun 2013. Penurunan ini mencapai
hampir 50 hektar dalam 11 tahun terakhir, atau sekitar 4,53 hektar per tahun.
Direktur
Eksekutif AWF, Yusmadi Yusuf, menjelaskan bahwa penyusutan ini disebabkan oleh
alih fungsi lahan untuk perkebunan, pertanian, dan pemukiman.
"Penyusutan
ini bukan hanya angka, tetapi ancaman nyata bagi lingkungan dan
masyarakat," katanya.
Rawa-rawa
di Bireuen sangat penting sebagai penyimpan air, tempat hidup berbagai spesies,
penyerap karbon, dan penyaring alami. Namun, konversi lahan untuk perkebunan
kelapa sawit dan karet telah merusak fungsi rawa-rawa ini, meningkatkan risiko
banjir, menurunkan kualitas air, dan mengancam spesies lokal seperti burung
merandai dan reptil.
Yusmadi
juga menyoroti lemahnya penerapan Qanun Kabupaten Bireuen Nomor 7 Tahun 2013
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Ia
mengatakan, banyak regulasi yang dilanggar tanpa tindakan tegas dari
pemerintah. “Kebijakan tanpa implementasi konkret hanya akan menjadi dokumen
mati. Regulasi yang lebih kuat harus segera dibuat,” tegas Yusmadi.
Untuk
mengatasi masalah ini, AWF merekomendasikan beberapa langkah, termasuk
penegakan hukum yang tegas, restorasi kawasan rawa yang rusak, edukasi
masyarakat tentang pentingnya ekosistem rawa, dan kolaborasi lintas sektor
untuk pengelolaan berkelanjutan.
Yusmadi
juga mengusulkan penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan peraturan baru
untuk pengelolaan rawa yang lebih spesifik, dengan pendekatan berbasis
masyarakat lokal, seperti yang diterapkan di Rawa Paya Nie.
[M.
Yaziz/ Jurnalis Warga]
0 Komentar