KabarJW
– Di sebuah rumah sederhana di Gampong Meunasah Asan, Kecamatan Simpang
Mamplam, seorang ibu berusia 60 tahun, Kamaliah, dengan penuh kasih sayang
merawat anaknya yang terkurung dalam sebuah kandang besi beratap seng.
Pria
itu, Jufri (37), mengalami gangguan mental yang telah mengubah kehidupan mereka
selama lebih dari satu dekade. Meski dikelilingi oleh derita dan keterbatasan,
Kamaliah masih mencoba untuk bertahan, berharap ada tangan yang datang untuk
memberikan harapan baru.
Kisah
Jufri bermula 14 tahun lalu, ketika ia pertama kali menunjukkan gejala Orang
Dalam Gangguan Jiwa (ODGJ). Semula, kondisi Jufri sempat membaik setelah
menjalani perawatan di rumah sakit jiwa. Namun, seiring berjalannya waktu,
penyakitnya kembali kambuh.
“Kami
tidak punya biaya untuk membawanya berobat lagi,” kata Kamaliah dengan nada
pilu, saat ditemui di rumahnya yang sederhana.
Keadaan
ekonomi keluarga yang serba kekurangan membuat mereka terjebak dalam lingkaran
ketidakberdayaan. Kamaliah hanya mengandalkan penghasilan kecil dari berjualan
kue di warung kopi, yang kadang-kadang hanya cukup untuk sekadar memenuhi
kebutuhan sehari-hari.
"Jangankan
untuk obat, untuk makan pun kami sering kekurangan," ungkap Kamaliah
dengan suara yang bergetar.
Setiap
hari, Jufri menghabiskan waktu di dalam kandang besi tersebut, sebagai
satu-satunya cara agar ia tidak membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain.
Warga setempat mengungkapkan bahwa Jufri sering kali bertindak agresif, dan
perilakunya yang tidak terkontrol menimbulkan ancaman bagi keselamatan
orang-orang di sekitarnya.
Keputusan
untuk mengurungnya, meskipun terkesan sangat berat, dipandang sebagai langkah
yang harus diambil demi menjaga keamanan bersama.
"Kami
tetap menjaga kebersihan dan kebutuhan Jufri, tapi ini adalah solusi terbaik
yang bisa kami lakukan dalam situasi yang serba terbatas seperti ini,"
ujar Kamaliah dengan tatapan penuh kelelahan, namun tetap tegar.
Seiring
berjalannya waktu, harapan Kamaliah untuk mendapatkan bantuan dari pihak
berwenang semakin memudar. Meski kondisi anaknya memprihatinkan, hingga kini
tidak ada bantuan yang datang dari pemerintah atau lembaga sosial.
Kamaliah
hanya bisa berharap ada pihak yang peduli untuk memberikan perhatian lebih,
terutama dalam hal pengobatan yang sangat dibutuhkan oleh Jufri.
"Saya
pasrah, tapi saya tidak akan menyerah. Dia tetap anak saya," ujar Kamaliah
dengan suara yang hampir tak terdengar, namun penuh dengan keteguhan hati
seorang ibu yang tidak ingin melepaskan anaknya begitu saja.
Pihak
media KabarJW mencoba menghubungi Keuchik (Kepala Desa) Gampong Meunasah
Asan, Safwani, untuk mengonfirmasi kondisi ini, namun hingga berita ini
diterbitkan, belum ada tanggapan yang diterima, baik melalui pesan teks maupun
panggilan telepon.
[M.
Yaziz & Tasya Nadia/ Jurnalis Warga Bireuen]
0 Komentar